“JAMINAN DENGAN DEPOSITO BERJANGKA” (TUGAS HUKUM JAMINAN)

A.  Pendahuluan

Perkembangan perekonomian pada saat ini yang semakin berkembang pesat membuat banyak cara baru di segala bidang, salah satunya ekonomi. Semakin naik nilai komsumsi masyarakat membuat pakar-pakar ekonomi dan pembuat kebijakan membuat sistem perekonomian menjadi semakin luas dalam hal transaksi, utang-piutang, warisan dan yang lainnya agar masyarakat semakin mudah dalam menangani permasalahan ekonomi sehari-hari, salah satu contohnya adalah jaminan. Jaminan termasuk dalam bidang ekonomi, namun diatur dalam bidang hukum yang dinamakan Hukum Jaminan yang bertujuan agar penerapan jaminan bisa terlaksana dengan baik juga bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan jaminan misalnya debitur tidak/telat dalam melaksanakan kewajibannya (wanprestasi), maka hukum jaminan yang memberi ketentuan mengenai sanksi nya dengan cara menjual jaminan debitur kepada umum dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi utang debitur.
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of lawzekerheidstelling, atauzekerheidsrechten. Istilah hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan maupun perorangan. Jaminan kebendaan meliputi utang-piutang yang diistimewakan, gadai, dan hipotek. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan utang (borgtocht).
Menurut Sri Sudewi Mangun Sofwan Hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan benda-benda yang dibeli sebagai jaminan. Peraturan yang demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit baik dari dalam negeri maupun luar negeriSecara Ringkas  : Dalam pemberian jaminan adakalanya benda yang dibeli menjadi jaminan
Hukum Jaminan adalah dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan (borgtocht).
Sumber hukum adalah tempat dimana ditemukan hukum. Dalam hal ini, hukum jaminan bersumber dari Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai terjemahan dari Burgerlijk Wetboek merupakan kodifikasi hukum perdata material yang diberlakukan pada tahun 1848 berdasarkan asas konkordansi.
Ketentuan hukum jaminan dapat dijumpai dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai hukum kebendaan. Dilihat dari sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada prinsipnya hukum jaminan merupakan bagian dari hukum kebendaan, sebab dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur mengenai pengertian, cara membedakan benda dan hak-hak kebendaan, baik yang memberikan kenikmatan dan jaminan.
Pelaksanaan Hukum Jaminan adalah Lembaga Jaminan. Pembinaan hukum dalam bidang Hukum Jaminan adalah sebagai konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab pembinaan hukum mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan,perindustrian,perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan.
Penghimpunan dana dan pemberian kredit merupakan pelayanan jasa perbankan yang utama dari semua kegiatan lembaga keuangan bank dan bentuk penghimpunan dana dilakukan melalui penerimaan simpanan dalam masyarakat. Bank membutuhkan dana dari masyarakat untuk mendukung perkembangan usahanya, sedangkan masyarakat atau nasabah memerlukan jasa bank untuk meningkatkan taraf hidupnya, kesejahteraan, dan bidang usaha yang dijalaninya. Penggunaan deposito berjangka sebagai jaminan dalam perjanjian kredit seharusnya lebih dimasyarakatkan lagi mengingat proses dalam pemberian kredit dengan jaminan deposito berjangka ini bersifat sangat mudah dan liquid (mudah dicairkan).

B.   Permasalahan
1.      Bagaimana peranan Deposito Berjangka dalam Hukum Jaminan?
2.      Bagaimana pelaksanaan Deposito Berjangka menjadi jaminan dalam hutang?

C.   Pembahasan
Peranan Deposito Berjangka dalam Hukum Jaminan?
Sebelum masuk dalam hukum jaminan, yang dimaksud dengan deposito menurut perundangan-perundangan Indonesia No. 10 tahun 1998 yang mengatur tentang perbankan ini memuat juga pengertian deposito yang berbunyi “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank”. Dalam hubungan hukum perdata yang terjadi utang-piutang yaitu antara debitur (yang berhutang) dengan kreditur (yang memberi utang) diperlukan adanya suatu jaminan agar menimbulkan keyakinan kepada kreditur bahwa debitur akan bertanggung jawab membayar utang-utangnya. Jaminan dalam utang-piutang dibedakan yaitu jaminan dengan gadai, penanggungan, tanggungan, fidusia. Deposito terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Deposito Berjangka dan Sertifikat Deposito.
Sedangkan Deposito Berjangka menurut undang-undang termasuk sebagai salah satu benda bergerak yang tidak berwujud karena dianggap surat yang berharga.[1]
Deposito berjangka merupakan suatu piutang atas nama dilihat dari bukti kepemilikan bilyet deposito berjangka sehingga jika dijadikan jaminan kredit dengan cara digadaikan.[2]
Depositi Berjangka digunakan dalam bidang perbankan dalam hal pemberian kredit kepada debitur dimana kreditur itu adalah bank dan debitur adalah masyarakat yang memakai layanan kredit dalam bank.
Pada dasarnya hubungan deposito dengan perjanjian kredit terletak pada jaminan atau agunan uang yang digunakan dalam perjanjian kredit tersebut. Namun secara mendasar jaminan dan agunan adalah berbeda.


Pelaksanaan Deposito Berjangka menjadi jaminan dalam hutang
Mengenai cara penyerahannya, maka dilakukan menurut ketentuan Pasal 613 ayat (1) dan (2) KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut : “ Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan nama hak-hak kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”.“Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya”. Menurut Pasal 613 ayat (1) dan (2) KUH Perdata ini,
 Pelaksanaan pengikatan jaminan gadai deposito berjangka dilakukan melalui lima tahapan yaitu tahap pertama dengan melakukan pengikatan kredit sebagai perjanjian pokok dimana didalamnya disebutkan jaminan kredit ini adalah deposito. Tahap kedua yaitu pengikatan deposito dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian gadai antara pemilik deposito dengan pihak bank. Menurut hukum, akta perjanjian gadai dapat dibuat secara sah dengan dilakukan secara notaril maupun dibawah tangan. Tahap ketiga, penyerahan bilyet deposito yang dijaminkan kepada pemegang gadai, dalam hal ini pihak bank.
Penyerahan tersebut merupakan penyerahan yang nyata Penyerahan nyata ini dilakukan bersamaan dengan penyerahan yuridis, sehingga penyerahan tersebut merupakan unsur sahnya gadai. Tahap keempat, bersamaan dengan tahap ketiga, pemilik deposito/penjamin harus memberikan kuasa kepada pemegang gadai/pihak bank untuk melakukan pencairan deposito dalam hal pemilik deposito/debitur wanprestasi. Tahap kelima, kreditur selaku penerima gadai deposito akan melakukan pemblokiran atas deposito jaminan tersebut sesuai dengan jangka waktu perjanjian kreditnya. Artinya sepanjang kredit sebagai perjanjian pokok belum dilunasi maka sepanjang itu pula deposito jaminan diblokir.


D.   Penutup
Deposito sebagai jaminan kredit akan dilakukan pengikatan terhadapnya. Jenis pengikatan atas deposito untuk menjamin suatu kredit adalah dengan cara gadai dan penyerahannya secara cessie. Deposito berjangka sebagai jaminan kredit merupakan alternative terbaik bagi nasabah untuk memperoleh kredit dari bank bila dibandingkan dengan jaminan lain.
Selain itu bank pada umumnya dalam proses pemberian kredit lebih cepat memberi persetujuan dank karena prosedur penerimaan kredit ini tidak melalui tahap yang berbelit-belit. Dengan demikian yang menjadi hubungan antara deposito berjangka dengan perjanjian kredit adalah bahwa deposito dapat menjadi jaminan atau agunan untuk memperoleh kredit dari bank.
Deposito berjangka lebih efektif dan efisien sebagai jaminan kredit dan sangat disarankan kepada bank untuk lebih memasyarakatkan dan lebih memperkenalkan jaminan ini kepada para nasabahnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perkreditan.




[1] Pasal 511 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
[2] Pasal 1151 dan Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Komentar

Postingan Populer