Tugas Hukum Kriminologi
KASUS PERMASALAHAN
Bareskrim bongkar kasus penjualan satwa langka
Magelang
Kamis, 19 September 2013 14:07:51
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri melakukan penangkapan
terhadap pelaku kasus penjualan satwa yang dilindungi. Tersangka bernama
Suryanto (30) ditangkap pada hari Rabu (18/9) sekitar pukul 08.30 WIB di Pasar Burung,
Muntilan, Magelang.
"Hewan-hewan yang dapat disita atau diamankan, 27 hewan langka. Yang bersangkutan merupakan spesialis penjualan hewan langka, ada kemungkinan keterlibatan pihak lain," kata Kepala Bagian Analisa dan Evaluasi Mabes Polri, Kombes Pol Rusli Hedyaman di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (19/9).
Menurut Rusli, tersangka bisa mendapatkan satwa langka tersebut dari masyarakat desa setempat. Selain itu tersangka juga melakukan pencarian sendiri ke kampung-kampung. Sampai saat ini penyidik masih melakukan pendalaman pada kasus ini, terkait di mana dan berapa hewan-hewan yang sudah sempat dijual.
"Tersangka tersebut sudah berdagang satwa selama 8 bulan," ujar Rusli.
Barang bukti yang disita antara lain 3 elang brontok, 1 alap-alap sapi (sejenis elang), 4 burung bubu sumatranis, 3 kucing hutan, 1 anak kijang, 1 landak raya, 1 trenggiling, 1 bajing terbang, 8 musang pandan, 1 anak elang, 2 kukang, dan 1 anak buaya muara.
Tersangka terancam dijerat Pasal 21 (2) a jo PS 40 (2) UU No 5 Tahun 1990 Tentang KSDA dan Ekosistem dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda 100 juta.
"Barang bukti saat ini dititipkan di Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta, di Pengasih, Kulonprogo. Hari ini tersangka dibawa ke Bareskrim," imbuh Rusli.
"Hewan-hewan yang dapat disita atau diamankan, 27 hewan langka. Yang bersangkutan merupakan spesialis penjualan hewan langka, ada kemungkinan keterlibatan pihak lain," kata Kepala Bagian Analisa dan Evaluasi Mabes Polri, Kombes Pol Rusli Hedyaman di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (19/9).
Menurut Rusli, tersangka bisa mendapatkan satwa langka tersebut dari masyarakat desa setempat. Selain itu tersangka juga melakukan pencarian sendiri ke kampung-kampung. Sampai saat ini penyidik masih melakukan pendalaman pada kasus ini, terkait di mana dan berapa hewan-hewan yang sudah sempat dijual.
"Tersangka tersebut sudah berdagang satwa selama 8 bulan," ujar Rusli.
Barang bukti yang disita antara lain 3 elang brontok, 1 alap-alap sapi (sejenis elang), 4 burung bubu sumatranis, 3 kucing hutan, 1 anak kijang, 1 landak raya, 1 trenggiling, 1 bajing terbang, 8 musang pandan, 1 anak elang, 2 kukang, dan 1 anak buaya muara.
Tersangka terancam dijerat Pasal 21 (2) a jo PS 40 (2) UU No 5 Tahun 1990 Tentang KSDA dan Ekosistem dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda 100 juta.
"Barang bukti saat ini dititipkan di Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta, di Pengasih, Kulonprogo. Hari ini tersangka dibawa ke Bareskrim," imbuh Rusli.
[hhw]
Dalam kasus
penggelapan dan penjualan satwa langka ini dilihat dari 3 (tiga) aliran yang
ada dalam Ilmu Kriminologi adalah sebsagai berikut :
1. Krimonologi
Klasik
Dalam pandangan ini kejahatan
didefinisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang
undang-undang pidana, penjahat adalah setiap orang yang melakukan kejahatan
yang mendasarkan pada pandangan intelegensi dan rasionalitas pada setiap manusia
untuk berpikir apa yang baik maupun yang buruk. Dalam kasus penjualan satwa
langka ini melanggar pasal 40 ayat (2) UU No.5 Tahun 1990, hal ini tertulis
sebagai berikut :
Pasal 40 ayat (2) UU No.5 Tahun
1990 : Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara palinglama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Sehingga
pelaku ini dapat diancam penjara 5 tahun dan denda seratus juta rupiah. Hal ini
dimaksudkan agar pelaku kejahatan ini jera sehingga dibuat hukuman berupa
penjara dan denda. Pelaku tersebut menyadari bahwa tindakan ini adalah
kejahatan dan pelaku sudah memikirkan untungnya menjalani penjualan hewan
langka ini bisa sangat besar walaupun ada kerugian bila diketahui oleh pihak
berwajib.
Hal
ini terlihat bahwa jual beli hewan tidak merupakan kejahatan, namun hal ini
dapat menjadi kejahatan dikarenakan objek penjualan hewan langka yang harus
dilindungi, buak diperjualbelikan. Maka fungsi UU No.5 tahun 1990 adalah
sebagai apresiasi pemerintah untuk menjerakan pelaku sesuai dengan apa yang
diingikan masyarakat.
2. Krimonologi
Positif
Aliran
pemikiran ini bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh
faktor-faktor diluar kontrolnya. Aliran pemikiran positif dilihat menjadi dua :
a. Determis
Biologik : melihat Suryanto, pelaku tindak perdagangan suaka liar mungkin tidak
ada kaitannya dengan factor yang ada di dalam dirinya, melainkan karena keadaan
ekonomi yang memaksa pelaku ini melakukan perdagangan satwa langka. Hal ini
bisa dilihat pelaku tindak pidana karena Ocaccasial criminal atau criminaloid
adalah pelaku kejahatan yang berdasarkan pada pengalaman yang terus menerus
sehingga mempngaruhi pribadinya.
b. Determis
Kultural : Suryanto (pelaku tindak
pidana) melakukan perdagangan suaka langka ini karena keuntungan yang tinggi
dan adanya permintaan pembeli yang mampu memberi harga yang tinggi, dan dalam
kasus penjualan suaka langka ini terlibat juga oleh pihak-pihak lain bahkan
masyarakat yang di dalam lingkunganya ada satwa yang dilindungi. Rantai
kerjasama yang dijalin antara pelaku, pihak lain, dan masyarakat serta pihak
dari pasar burung agar mendapat bagian keuntungan masing-masing pihak atas
penjualan satwa yang dilindungi.
3. Krimonologi
Kritis
Pemikiran
Kritis lebih mengarhkan kepada proses manusia dalam membangun dunianya dimana
dia hidup. Menurut aliran ini tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku terutama
ditentutakan oleh bagaimana undang-undang disusun dan dijalankan. Sehubungan
dengan itu maka tugas dari kriminologi adalah bagaimana cap jahat tersebut
diterapkan terhadap tindakan dan orang-orang tertentu.
a. Pendekatan
Interaksionis : menentukan mengapa
tindakan-tindakan dan orang-orang tertentu didefinisikan sebagai kriminal di masyarakat
tertentu dengan cara mempelajari “persepsi” makna kejahatan yang dimiliki
masyarakat yang bersangkutan. Melihat kasus ini dari subyek yang melakukan
tindak pidana perdagangan satwa liar, hal ini disebabkan satwa yang
dikelompokkan antara satwa yang dilindungi karena langka species suatu suaka
tertentu maupun suaka yang tidak dilindungi. Satwa yang dilindungi inilah yang
menjadikan harga satwa tersebut menjadi tinggi.
b. Pendekatan
Konflik : Pendekatan ini dilihat karena
kekuasaan yang dimilikinya dalam perbuatan dan bekerjanya hukum. Secara umum
dapat dijelaskan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan yang lebih besar dan
mempunyai kedudukan yang tinggi dalam mendifinisikan kejahatan adalah sebagai
kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan dirinya sendiri. Secara umum
kejahatan sebagai kebalikan dari kekuasaan; semakin besar kekuasaan seseorang
atau sekelompok orang semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikan kejahatan
dan demikian juga sebaliknya. Dalam kasus ini, Suryanto sudah berdagang selama
8 bulan. Kemungkinan tersangka memang melakukan perdagangan satwa langka secara
diam-diam dan hanya membayar para “preman” untuk melancarkan perdaganganya di
pasar burung yang terletak di Magelang begitu juga dengan distribusi hewan
langka yang hanya mengunakan mobil pickup tertutup sehingga aparat penegak
hukum yang dalam hal ini adalah polisi tidak mengetahui apa yang ada di dalam
mobil pick up tersebut. Ini penting untuk diadakan razia bagi mobil pick up
maupun truk pengangkut barang agar selalu diperiksa surat-surat yang harus ada
dalam distribusi.
Komentar
Posting Komentar