Antropologi Hukum
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Seperti dipahami bersama bahwa ilmu-ilmu hukum mencakup normwissenschaften yang menyoroti hukum dari sudut normatif, dan tatsachenwissenschaften yang menelaah hukum sebagai perikelakuan yang merupakan kenyataan dalam masyarakat. Salah satu ilmu bantu hukum yang menyoroti hukum dari aspek perilaku adalah antropologi hukum. Dalam tataran normatif yang dipelajari adalah asas hukum dan kaedah hukum. Asas hukum merupakan nilai, dan nilai merupakan inti dari kebudayaan yang menjadi tinjauan utama dari antropologi. Dari sudut antropologi, kita akan mengetahui latar belakang dari kaedah/norma hukum atau asas hukum/nilai hukum.
Seperti dipahami bersama bahwa ilmu-ilmu hukum mencakup normwissenschaften yang menyoroti hukum dari sudut normatif, dan tatsachenwissenschaften yang menelaah hukum sebagai perikelakuan yang merupakan kenyataan dalam masyarakat. Salah satu ilmu bantu hukum yang menyoroti hukum dari aspek perilaku adalah antropologi hukum. Dalam tataran normatif yang dipelajari adalah asas hukum dan kaedah hukum. Asas hukum merupakan nilai, dan nilai merupakan inti dari kebudayaan yang menjadi tinjauan utama dari antropologi. Dari sudut antropologi, kita akan mengetahui latar belakang dari kaedah/norma hukum atau asas hukum/nilai hukum.
Antropologi hukum termasuk pada tatsachenwissenschaften,
pada dasarnya mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan
fenomena-fenomena sosial secara empiris
dalam kehidupan masyarakat, bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan
masyarakat, atau bagaimana hukum bekerja sebagai alat pengendalian sosial (social control) atau sarana untuk
menjaga keteraturan sosial (social order)
dalam masyarakat.
Hukum Adat merupakan sebuah aturan yang tidak tertulis dan tidak
dikodifikasikan, namun tetap ditaati dalam masyarakat karena mempunyai suatu
sanksi tertentu bila tidak ditaati. Dari pengertian Hukum Adat yang diungkapkan
diatas, bentuk Hukum Adat sebagian besar adalah tidak tertulis. Padahal, dalam
sebuahnegara hukum, berlaku sebuah asas yaitu asas legalitas. Namun di suatu
sisi bila hakim tidak dapat menemukan hukumnya dalam hukum tertulis, seorang
hakim harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat.
Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat
suatu daerah. Walaupun sebagian besar Hukum Adat tidak tertulis, namun ia
mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat.
Hukum Adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih
kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum adat dalam kehidupan
sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika
ia menghadapi sebuah perkara dan ia tidak dapat menemukannya dalam hukum
tertulis, ia harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam
masyarakat. Artinya hakim juga harus mengerti perihal Hukum Adat
contohnya pada kasus sebagai berikut: Tatak, terdakwa dalam kasus pembunuhan akan diadili di Pengadilan Negeri Kapus Hlu, karena kasus pembunuhan. Keluarga koban pebunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Tatak menuntut penyelesaian engan hukum adat dilakukan terlebih dahulu, tetapi tuntutanini tidak dipenuhi. Kasus tersebut langsung diselesaikan dengan mekanisme hukum negara. Pada hari sidang pertamakasus tersebut, keluarga korban pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa beserta massa dari Dayak Iban datang menyerang terdakwa hingga Tatak meninggal/tewas di tempat kejadian.
contohnya pada kasus sebagai berikut: Tatak, terdakwa dalam kasus pembunuhan akan diadili di Pengadilan Negeri Kapus Hlu, karena kasus pembunuhan. Keluarga koban pebunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Tatak menuntut penyelesaian engan hukum adat dilakukan terlebih dahulu, tetapi tuntutanini tidak dipenuhi. Kasus tersebut langsung diselesaikan dengan mekanisme hukum negara. Pada hari sidang pertamakasus tersebut, keluarga korban pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa beserta massa dari Dayak Iban datang menyerang terdakwa hingga Tatak meninggal/tewas di tempat kejadian.
II. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah
hubungan antara hukum adat dengan kebudayaan ?
2. Bagaimanakah
hubungan/kontribusi hukum adat dengan pembangunan hukum nasional ?
III. TUJUAN
1. Untuk mengetahui
bagaimana hubungan hukum adat dengan kebudayaan
2. Untuk mengetahui
bagaimana hubungan/kontribusi hukum adat dengan pembangunan hukum nasional
PEMBAHASAN
Hukum Adat Dilihat Sebagai
Aspek Kebudayaan
Seperti yang kita ketahui, manusia yang hidup
bersama-sama dalam suatu
lingkup atau yang disebut sebagai masyarakat, selalu menghasilkan suatu hasil
cipta yang sering dinamakan kebudayaan. Kebudayaan memiliki berbagai macam
warna dan ragam, serta kekhas-annya. Jika dipikir-pikir manusia ini memang
tidak ada duanya, karena bisa menciptakan kebudayaan yang begitu banyaknya dan
begitu uniknya. Terkadang atau memang lebih seringnya, kebudayaan ini
menghasilkan berbagai norma untuk menata kehidupan masyarakat, Karena norma juga muncul dengan adanya
sekelompok manusia yang hidup bersama di area yang sama.
Selain norma yang ada di masyarakat, ada juga
yang berbicara mengenai hukum adat. Hukum adat adalah apa dinamakan oleh masyarakat sebagai norma,
tetapi hukum adat ini adalah norma yang tidak tertulis. Hukum adat mengatur
masyarakat untuk berbuat sesuai dengan adat istiadat yang berlaku, tanpa harus
melanggar hukum tersebut. Terlihat dari namanya, hukum adat ini telah mendasari
kehidupan manusia hampir puluhan bahkan ribuan tahun.
Jika hukum adat dilihat
dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang
berwujud sebagai kompleks dari ide yang fungsinya untuk mengarahkan dan
mengatur tingkah laku manusia dalam berkehidupan dimasyarakat,dengan demikian
hukumadat merupakan aspek dalam kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa
Indonesia.[2]
Hukum adat merupakan
hukum tradisional masyarakat yang merupakan perwujudan dari suatu kebutuhan
hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup yang secara
keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat tersebut
berlaku.[3]
Apabila kita melakukan
studi tentang hukum adat maka kita harus berusaha memahami cara hidup dan
pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan refleksi dari cara berpikir dan
struktur kejiwaan bangsa Indonesia.[4]
Maka jelas dikatakan
bahwa memang hukum adat adalah sebagai aspek kehidupan dan budaya bangsa
Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara berpikir bangsa Indonesia tercermin
lewat hukum adat itu sendiri.
Jadi
hubungan kebudayaan dan hukum adat itu sangat erat, yang dimaksud hubungan
erat disini adalah bagaimana budaya dapat menghasilkan hukum adat yang berlaku
di masyarakat. Istilahnya adalah si budaya ini seorang ibu dan hukum adat
adalah anaknya. Selain itu, hukum adat yang terbentuk dalam masyarakat juga
tergantung pada budaya dalam masyarakat itu sendiri serta masyarakat di
dalamnya apakah memang ingin membuat hukum ini ataukah tidak. Untuk masyarakat
yang berisi masyarakat fanatik dengan budaya yang dianutnya, maka akan semakin
kuat hukum adat yang berlaku di dalamnya, tetapi begitu juga sebaliknya jika
masyarakat yang menganut budaya itu sama sekali tidak peduli, maka hukum adat
yang berlaku akan menjadi lemah.
Hukum yang berlaku pada
setiap masyarakat tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya kebudayaan suatu masyarakat, karena hukum itu adalah merupakan
salah satu aspek dari kebuadayaan suatu masyarakat. Kebudayaan adalah usaha dan
hasil usaha manusia menyesuaikan dirinya dengan alam sekelilingnya, karena
kebudayaan setiap masyarakat mempunyai corak, sifat serta struktur yang khas,
maka hukum yang berlaku pada masing-masing masyarakat juga mempunyai corak,
sifat dan struktur masing-masing.
Proses perkembangan
masyarakat manusia berlangsung terus menerus sepanjang sejarah, mengikuti
mobilitas dan perpindahan yang terjadi karena berbagai sebab. Hal ini
menyebabkan pula terjadinya perbedaan-perbedaan dalam hukum mereka, sedikit
atau banyak, namun secara keseluruhan akan terlihat persamaan-persamaan pokok,
baik corak, sifat maupun strukturnya, seperti juga yang terjadi dalam perbedaan
bahasa. Hukum Adat yang mengatur masyarakat harus tetap dianut dan
dipertahankan, tidak hanya berhubungan dengan pergaulan antar sesama manusia
dan alam nyata, tetapi mencakup pula kepentingan yang bersifat batiniah dan
struktur rohaniah yang berhubungan dengan kepercayaan yang mereka anut dan
hormati.
Penyelidikan Van Vollen
Hoven dan sarjana-sarjana lain membuktikan bahwa wilayah Hukum Adat Indonesia
itu tidak hanya terbatas pada daerah-daerah hukum Republik Indonesia yaitu
terbatas pada daerah kepulauan Nusantara kita. Hukum Adat Indonesia tidak hanya
bersemayam dalam hati nurani orang Indonesia yang menjadi warga Negara Republik
Indonesia di segala penjuru Nusantara kita, tetapi tersebar meluas sampai
kegugusan kepulauan Philipina dan Taiwan di sebelah Utara, di pulau Malagasi
(Madagskar) dan berbatas di sebelah Timur sampai di kepulauan Paska, dianut dan
dipertahankan oleh oang Indonesia yang termasuk golongan orang Indonesia dalam
arti ethnis. Dalam wilayah yang sangat luas ini Hukum Adat tumbuh, dianut dan
dipertahankan sebagai peraturan penjaga tata-tertib sosial dan tata-tertib
hukum di antara manusia, yang bergaul di dalam suatu masyarakat, supaya dengan
demikian dapat dihindarkan segala bencana dan bahaya yang mungkin atau telah
mengancam. Ketertiban yang dipertahankan oleh Hukum Adat itu baik bersifat
batiniah maupun jasmaniah, kelihatan dan tak kelihatan, tetapi diyakini dan
dipercayai sejak kecil sampai berkubur berkalang tanah. Di mana ada masyarakat,
disitu ada Hukum (Adat).
Hukum yang terdapat di
dalam masyarakat manusia, betapa sederhana dan kecil pun masyarakat itu,
menjadi cerminnya. Karena tiap masyarakat, tiap rakyat, mempunyai kebudayaan
sendiri dengan corak dan sifatnya sendiri, mempunyai alam dan struktur alam
pikiran sendiri, maka hukum di dalam tiap masyarakat yang bersangkutan,
mempunyai corak dan sifatnya sendiri, yaitu: hukum dari masyarakat
masing-masing berlainan.
Von Savigny mengajarkan
bahwa hukum adat mengikuti “Volksgeist” (jiwa / semangat rakyat) dari
masyarakat tempat hukum itu berlaku. Karena Volksgeist masing-masing masyarakat
berlainan, maka juga hukum masyarakat itu berlainan pula.
Begitu pula halnya
Hukum Adat di Indonesia, hukum adat itu senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan
hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu
berlaku. Tidak mungkin suatu hukum yang asing bagi masyarakat itu dipaksakan
atau dibuat, apabila hukum yang asing itu bertentangan dengan kemauan orang
terbanyak dalam masyarakat yang bersangkutan, dalam arti bertentangan dengan
kebudayaan rakyat yang bersangkutan. Jadi kita tak boleh meninjau Hukum Adat
Indonesia terlepas dari “Volkgeist;, dari sudut alam pikiran yang khas
orang Indonesia yang terjelma dalam Hukum Adat itu. Kita juga tak boleh
lupastruktur rohaniah masyarakat Indonesia yang bersangkutan.
Tidak semua perubahan
dalam jiwa dan struktur masyarakat merupakan perubahan fundamental yang
melahirkan suatu jiwa dan struktur yang baru, sebab masyarakat adalah sesuatu
yang kontinu (berjalan terus/tidak berhenti). Masyarakat berubah tetapi tidak
sekaligus meninggalkan yang lama. Jadi di dalam sesuatu masyarakat terdapatlah
realitas bahwa sesuatu proses perkembangan mengatur kembali yang lama serta
menghasilkan synthese dari yang lama dan yang baru, sesuai dengan kehendak,
kebutuhan, cara hidup dan pandangan hidup sesuatu rakyat. [5]
Hukum
Adat Dalam aspek pembangunan hukum nasional
Masyarakat Indonesia
tengah berusaha menegakkan kembali nilai-nilai dasar Negara yang berdasar atas
hukum. Supremasi hukum menghendaki bahwa dalam menyelesaikan setiap
permasalahan yang dihadapi, sistem hukumlah yang harus dijadikan pegangan
sebagai satu-satunya ukuran yang tertinggi. Dengan demikian, penegakan
supremasi hukum tidak perlu mengabaikan perhatian terhadap aspek pembangunan
lainnya.
Semua masyarakat yang
sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun didefinisikan
pembangunan itu dan apapun ukuran yang dipergunakan bagi masyarakat dalam
pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa
perubahan itu terjadi dengan suasana damai dan teratur.
Law is a command of the
Lawgiver, dalam arti perintah dari mereka yang memiliki
kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. Demikian John Austin,
seperti dikutip oleh Prof Lili Rasyidi. Perdebatan mengenai hububngan hukum dan
politik memiliki akar sejarah panjang dalam ilmu hukum. Bagi kalangan penganut
aliran positivisme hukum seperti John Austin, hukum adalah tidak lain dari
produk politik atau kekuasaan. Pada sisi lain, pandangan berbeda datang dari
kalangan aliran sejarah dalam ilmu hukum, yang melihat hukum tidak dari
dogmatika hukum dan undang-undang semata, akan tetapi dari kenyataan-kenyataan
sosial yang ada dalam masyarakat dan berpandangan bahwa hukum itu tergantung
pada penerimaan umum dalam masyarakat dan setiap kelompok menciptakan hukum
yang hidup.
Memperhatikan
perkembangan sistem hukum Indonesia, kita akan melihat adanya ciri-ciri yang
spesifik dan menarik untuk dikaji. Sebelum pengaruh hukum dari penjajahan
Belanda di Indonesia berlaku hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda dari
berbagai masyarakat adat di Indonesia dari setiap kerajaan dan etnik yang
berbeda. Setelah masuk penjajah Belanda membawa hukumnya sendiri yang sebagian
besarnya merupakan konkordansi dengan hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum
tertulis dan perundang-undangan yang bercorak positivis.
Walaupun demikian
Belanda menganut politik hukum adat, yaitu membiarkan hukum adat itu berlaku
bagi golongan masyarakat Indonesia asli dan hukum Eropa berlaku bagi kalangan
golongan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia (Hindia Belanda). Dengan
demikian pada masa Hindia Belanda berlaku pluralisme hukum. Perkembangan hukum
di Indonesia menunjukkan kuatnya pengaruh hukum kolonial dan meninggalkan hukum
adat.
Karena itu, dalam
melihat persoalan hukum di Indonesia harus dipandang dari kenyataan sejarah dan
perkembangan hukum Indonesia itu. Pada saat sekarang ini terdapat perbedaan
cara pandang terhadap hukum diantara kelompok masyarakat Indonesia. Berbagai
ketidakpuasan atas penegakkan hukum dan penanganan berbagai persoalan hukum
bersumber dari cara pandang yang tidak sama tentang apa yang dimaksud hukum dan
apa yang menjadi sumber hukum. Tulisan ini akan mengkaji permasalahan ini dari
sudut pandang teori positivis yang berkembang dalam ilmu hukum dengan harapan
akan mendapatkan gambaran tentang akar persoalan pembangunan sistem hukum
Indonesia pada masa mendatang.
Memahami hukum
Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam
kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang
diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian
terdahulu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan
sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme
dalam ilmu hukum yang memandang hukum itu terbatas pada apa yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus
mengokohkan dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke depan. Adapun
nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan
sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru
melalui perubahan, koreksi serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baru.
Kenyataan ini
menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak tertulis,
yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai hukum
asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis. Menurut
Penulis, berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan pada
aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman
terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan hukum dan putusan-putusan
hukum yang tidak demokratis.
Hukum Adat dimaknai
dalam konteks yang lebih dalam dan lebih tinggi sifatnya, yakni dalam bentuk
asas-asas atau nilai-nilai yang hidup sebagai suatu cita hukum dari masyarakat
asli Indonesia, yang sifatnya lebih abstrak sehingga bersifat unversil
(cth:asas gotong royong, fungsi sosial manusia dan milik, persetujuan sebagai
dasar kekuasaan umum, asas perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan, dll)
Hukum Adat dimaknai
sebagai rasa keadilan rakyat Indonesia, sebagaimana diungkapkan Djojodiguno:
Hukum Adat adalah kaidah-kaidah yang dapat disimpulkan dari sumber hukum
tertentu dan timbul langsung sebagai pernyataan dari rasa keadilan orang
Indonesia dalam hubungan pamrih. Hukum adat dimaknai sebagai semangat, jiwa dan
kebudayaan Indonesia.
Hukum Adat dalam
konteks tersebut tidak lagi terbatas pada sekat-sekat lokalitas, melainkan
justru mampu menembus sekat-sekat tersebut dan bersifat nasional. Oleh karena
itulah dalam keputusan kongres Sumpah Pemuda dahulu, hukum adat tidak dipandang
sebagai unsur pemisah, melainkan justru dupandang sebagai unsur pemersatu.
Sehingga Hukum Adat jelas mampu dijadikan hukum paling dasar dan sebagai sumber
norma yang pertama dalam tata Hukum Indonesia.
Jika yang dikatakan
rechtsidee dari UUD kita adalah hukum adat (dalam makna yang baru dan luas),
sedangkan sebagaimana dijelaskan di muka (Penjelasan Umum UUD45 Bag III) bahwa
rechtsidee ini terwujud dari pokok-pokok pikiran yang berada dalam Pembukaan
yang tidak lain juga adalah Pancasila, maka Hukum Adat dalam arti yang luas dan
tingggi ini dapat dimaknai pula sebagai.
Hukum Pancasila, hal
inilah yang merupakan alasan ke (2) sekaligus alasan penguat bahwa kedudukan
Hukum Adat sebelum dan setelah amandemen UUD 45 secara logis tidak berubah.
Dengan adanya istilah Hukum Adat sebagai sinonim dari Hukum Pancasila, maka kedudukan
Hukum Adat bukanlah di dalam Hukum Indonesia / Hukum Nasional, melainkan Hukum
Adat adalah Hukum Indonesia / Hukum Nasioanal.
Berkait uraian di atas,
maka dalam pembentukan dan pembangunan hukum Indonesia yang sesungguhnya hal
yang perlu dilakukan adalah dengan banyak mengadakan penelitian terhadap
nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia asli oleh seluruh pengemban hukum di
Indonesia, untuk nantinya disarikan menjadi nilai-nilai dan asas-asas yang
bersifat abstrak, bernilai universal, serta berkarakter nasional.
Namun pemerapan hal di
atas dengan tetap bertahan pada bentuk Civil
Law System akan membawa kesulitan-kesulitan tersendiri yang cukup serius.
Dalam hal ini berkait dengan prinsip legisme yang ada di dalamnya, sehingga
akan potensial mengalami kesulitan jika dihadapkan pada budaya yang bersifat
dinamis sebagai wadah dari nilai-nilai yang hidup sebagai cita hukum ini.
Sistem Hukum Adat
adalah tawaran (dan keharusan) bagi pembangunan Sistem Hukum Indonesia yang
sesungguhnya, sehingga jika konsisten dengan apa yang telah terjabarkan dalam
uraian ini yaitu Hukum adat sebagai Hukum Nasional, maka perombakan total
sistem hukum yang kita pakai selama ini adalah merupakan konsekuensi logis, dan
untuk itu penulis menyarankan untuk melihat analogi yang terdekat, yakni kepada
Common Law dengan Sistem Jury dalam sistem peradilannya, sebagaimana juga
diharapkan oleh Ter Haar.
Dengan demikian, kontribusi hukum adat terhadap pembangunan
system hukum di Indonesia antara lain, dengan adanya hukum perkawinan, hukum
waris, hukum agraria (UUPA) dan hukum adat lainnya. Yang mana menjadi acuan untuk membina hukum nasional. Sehingga,
secara normative pembangunan system hukum di Indonesia itu berpedoman pada
system hukum Negara-negara modern seperti Belanda (azas konkordansi) akan
tetapi tanpa mengabaikan kepentingan nasional dan tanpa menyisihkan hukum adat
yang merupakan penjelmaan dari kepribadian bangsa.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa Jika hukum adat dilihat dari segi wujud
kebudayaan maka hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai
kompleks dari ide yang fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku
manusia dalam berkehidupan dimasyarakat,dengan demikian hukum adat merupakan
aspek dalam kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia.[2]
Hukum adat merupakan
hukum tradisional masyarakat yang merupakan perwujudan dari suatu kebutuhan
hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup yang secara
keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat tersebut
berlaku.[3]
Apabila kita melakukan
studi tentang hukum adat maka kita harus berusaha memahami cara hidup dan
pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan refleksi dari cara berpikir dan
struktur kejiwaan bangsa Indonesia.[4]
Maka jelas dikatakan
bahwa memang hukum adat adalah sebagai aspek kehidupan dan budaya bangsa
Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara berpikir bangsa Indonesia tercermin
lewat hukum adat itu sendiri.
Oleh karena itu, Hukum
Positif yang berlaku di Indonesia dalam menghadapi suatu permasalahan hukum
yang terjadi, perlu dilihat dari sisi hukum adatnya agar tidak terjadi perbedaan
pemahaman seperti yang terjadi pada kasus yang telah di jelaskan di atas.
Komentar
Posting Komentar