Tugas Antropologi Hukum


PENDAHULUAN

I.                   LATAR BELAKANG
Seperti dipahami bersama bahwa ilmu-ilmu hukum mencakup normwissenschaften yang menyoroti hukum dari sudut normatif, dan tatsachenwissenschaften yang menelaah hukum sebagai perikelakuan yang merupakan kenyataan dalam masyarakat. Salah satu ilmu bantu hukum yang menyoroti hukum dari aspek perilaku adalah antropologi hukum. Dalam tataran normatif yang dipelajari adalah asas hukum dan kaedah hukum. Asas hukum merupakan nilai, dan nilai merupakan inti dari kebudayaan yang menjadi tinjauan utama dari antropologi. Dari sudut antropologi, kita akan mengetahui latar belakang dari kaedah/norma hukum atau asas hukum/nilai hukum.
Antropologi hukum termasuk pada tatsachenwissenschaften, pada dasarnya mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan fenomena-fenomena sosial  secara empiris dalam kehidupan masyarakat, bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat, atau bagaimana hukum bekerja sebagai alat pengendalian sosial (social control) atau sarana untuk menjaga keteraturan sosial (social order) dalam masyarakat.
Hukum Adat merupakan sebuah aturan yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasikan, namun tetap ditaati dalam masyarakat karena mempunyai suatu sanksi tertentu bila tidak ditaati. Dari pengertian Hukum Adat yang diungkapkan diatas, bentuk Hukum Adat sebagian besar adalah tidak tertulis. Padahal, dalam sebuahnegara hukum, berlaku sebuah asas yaitu asas legalitas. Namun di suatu sisi bila hakim tidak dapat menemukan hukumnya dalam hukum tertulis, seorang hakim harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar Hukum Adat tidak tertulis, namun ia mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat.
Hukum Adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika ia menghadapi sebuah perkara dan ia tidak dapat menemukannya dalam hukum tertulis, ia harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga harus mengerti perihal Hukum Adat
contohnya pada  kasus sebagai berikut: Tatak, terdakwa dalam kasus pembunuhan akan diadili di Pengadilan Negeri Kapus Hlu, karena kasus pembunuhan. Keluarga koban pebunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Tatak menuntut penyelesaian engan hukum adat dilakukan terlebih dahulu, tetapi tuntutanini tidak dipenuhi. Kasus tersebut langsung diselesaikan dengan mekanisme hukum negara. Pada hari sidang pertamakasus tersebut, keluarga korban pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa beserta massa dari Dayak Iban datang menyerang terdakwa hingga Tatak meninggal/tewas di tempat kejadian.

II. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah hubungan antara hukum adat dengan kebudayaan ?

2. Bagaimanakah hubungan/kontribusi hukum adat dengan pembangunan hukum nasional ?

III. TUJUAN

1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum adat dengan kebudayaan

2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan/kontribusi hukum adat dengan pembangunan hukum nasional





PEMBAHASAN

Hukum Adat Dilihat Sebagai Aspek Kebudayaan
Seperti yang kita ketahui, manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu lingkup atau yang disebut sebagai masyarakat, selalu menghasilkan suatu hasil cipta yang sering dinamakan kebudayaan. Kebudayaan memiliki berbagai macam warna dan ragam, serta kekhas-annya. Jika dipikir-pikir manusia ini memang tidak ada duanya, karena bisa menciptakan kebudayaan yang begitu banyaknya dan begitu uniknya. Terkadang atau memang lebih seringnya, kebudayaan ini menghasilkan berbagai norma untuk menata kehidupan masyarakat, Karena norma juga muncul dengan adanya sekelompok manusia yang hidup bersama di area yang sama.
Selain norma yang ada di masyarakat, ada juga yang berbicara mengenai hukum adat. Hukum adat adalah apa dinamakan oleh masyarakat sebagai norma, tetapi hukum adat ini adalah norma yang tidak tertulis. Hukum adat mengatur masyarakat untuk berbuat sesuai dengan adat istiadat yang berlaku, tanpa harus melanggar hukum tersebut. Terlihat dari namanya, hukum adat ini telah mendasari kehidupan manusia hampir puluhan bahkan ribuan tahun.
Jika hukum adat dilihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks dari ide yang fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia dalam berkehidupan dimasyarakat,dengan demikian hukumadat merupakan aspek dalam kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia.[2]
Hukum adat merupakan hukum tradisional masyarakat yang merupakan perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat tersebut berlaku.[3]
Apabila kita melakukan studi tentang hukum adat maka kita harus berusaha memahami cara hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan refleksi dari cara berpikir dan struktur kejiwaan bangsa Indonesia.[4]
Maka jelas dikatakan bahwa memang hukum adat adalah sebagai aspek kehidupan dan budaya bangsa Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara berpikir bangsa Indonesia tercermin lewat hukum adat itu sendiri.
Jadi hubungan kebudayaan dan hukum adat itu sangat erat, yang dimaksud hubungan erat disini adalah bagaimana budaya dapat menghasilkan hukum adat yang berlaku di masyarakat. Istilahnya adalah si budaya ini seorang ibu dan hukum adat adalah anaknya. Selain itu, hukum adat yang terbentuk dalam masyarakat juga tergantung pada budaya dalam masyarakat itu sendiri serta masyarakat di dalamnya apakah memang ingin membuat hukum ini ataukah tidak. Untuk masyarakat yang berisi masyarakat fanatik dengan budaya yang dianutnya, maka akan semakin kuat hukum adat yang berlaku di dalamnya, tetapi begitu juga sebaliknya jika masyarakat yang menganut budaya itu sama sekali tidak peduli, maka hukum adat yang berlaku akan menjadi lemah.
Hukum yang berlaku pada setiap masyarakat tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya kebudayaan suatu masyarakat, karena hukum itu adalah merupakan salah satu aspek dari kebuadayaan suatu masyarakat. Kebudayaan adalah usaha dan hasil usaha manusia menyesuaikan dirinya dengan alam sekelilingnya, karena kebudayaan setiap masyarakat mempunyai corak, sifat serta struktur yang khas, maka hukum yang berlaku pada masing-masing masyarakat juga mempunyai corak, sifat dan struktur masing-masing.
Proses perkembangan masyarakat manusia berlangsung terus menerus sepanjang sejarah, mengikuti mobilitas dan perpindahan yang terjadi karena berbagai sebab. Hal ini menyebabkan pula terjadinya perbedaan-perbedaan dalam hukum mereka, sedikit atau banyak, namun secara keseluruhan akan terlihat persamaan-persamaan pokok, baik corak, sifat maupun strukturnya, seperti juga yang terjadi dalam perbedaan bahasa. Hukum Adat yang mengatur masyarakat harus tetap dianut dan dipertahankan, tidak hanya berhubungan dengan pergaulan antar sesama manusia dan alam nyata, tetapi mencakup pula kepentingan yang bersifat batiniah dan struktur rohaniah yang berhubungan dengan kepercayaan yang mereka anut dan hormati.
Penyelidikan Van Vollen Hoven dan sarjana-sarjana lain membuktikan bahwa wilayah Hukum Adat Indonesia itu tidak hanya terbatas pada daerah-daerah hukum Republik Indonesia yaitu terbatas pada daerah kepulauan Nusantara kita. Hukum Adat Indonesia tidak hanya bersemayam dalam hati nurani orang Indonesia yang menjadi warga Negara Republik Indonesia di  segala penjuru Nusantara kita, tetapi tersebar meluas sampai kegugusan kepulauan Philipina dan Taiwan di sebelah Utara, di pulau Malagasi (Madagskar) dan berbatas di sebelah Timur sampai di kepulauan Paska, dianut dan dipertahankan oleh oang Indonesia yang termasuk golongan orang Indonesia dalam arti ethnis. Dalam wilayah yang sangat luas ini Hukum Adat tumbuh, dianut dan dipertahankan sebagai peraturan penjaga tata-tertib sosial dan tata-tertib hukum di antara manusia, yang bergaul di dalam suatu masyarakat, supaya dengan demikian dapat dihindarkan segala bencana dan bahaya yang mungkin atau telah mengancam. Ketertiban yang dipertahankan oleh Hukum Adat itu baik bersifat batiniah maupun jasmaniah, kelihatan dan tak kelihatan, tetapi diyakini dan dipercayai sejak kecil sampai berkubur berkalang tanah. Di mana ada masyarakat, disitu ada Hukum (Adat).
Hukum yang terdapat di dalam masyarakat manusia, betapa sederhana dan kecil pun masyarakat itu, menjadi cerminnya. Karena tiap masyarakat, tiap rakyat, mempunyai kebudayaan sendiri dengan corak dan sifatnya sendiri, mempunyai alam dan struktur alam pikiran sendiri, maka hukum di dalam tiap masyarakat yang bersangkutan, mempunyai corak dan sifatnya sendiri, yaitu: hukum dari masyarakat masing-masing berlainan.
Von Savigny mengajarkan bahwa hukum adat mengikuti “Volksgeist” (jiwa / semangat rakyat) dari masyarakat tempat hukum itu berlaku. Karena Volksgeist masing-masing masyarakat berlainan, maka juga hukum masyarakat itu berlainan pula.
Begitu pula halnya Hukum Adat di Indonesia, hukum adat itu senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Tidak mungkin suatu hukum yang asing bagi masyarakat itu dipaksakan atau dibuat, apabila hukum yang asing itu bertentangan dengan kemauan orang terbanyak dalam masyarakat yang bersangkutan, dalam arti bertentangan dengan kebudayaan rakyat yang bersangkutan. Jadi kita tak boleh meninjau Hukum Adat Indonesia terlepas dari “Volkgeist;, dari sudut alam pikiran yang khas orang Indonesia yang terjelma dalam  Hukum Adat itu. Kita juga tak boleh lupastruktur rohaniah masyarakat Indonesia yang bersangkutan.
Tidak semua perubahan dalam jiwa dan struktur masyarakat merupakan perubahan fundamental yang melahirkan suatu jiwa dan struktur yang baru, sebab masyarakat adalah sesuatu yang kontinu (berjalan terus/tidak berhenti). Masyarakat berubah tetapi tidak sekaligus meninggalkan yang lama. Jadi di dalam sesuatu masyarakat terdapatlah realitas bahwa sesuatu proses perkembangan mengatur kembali yang lama serta menghasilkan synthese dari yang lama dan yang baru, sesuai dengan kehendak, kebutuhan, cara hidup dan pandangan hidup sesuatu rakyat. [5]  
Hukum Adat Dalam aspek pembangunan hukum nasional
Masyarakat Indonesia tengah berusaha menegakkan kembali nilai-nilai dasar Negara yang berdasar atas hukum. Supremasi hukum menghendaki bahwa dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi, sistem hukumlah yang harus dijadikan pegangan sebagai satu-satunya ukuran yang tertinggi. Dengan demikian, penegakan supremasi hukum tidak perlu mengabaikan perhatian terhadap aspek pembangunan lainnya.
Semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun didefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang dipergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana damai dan teratur.
Law is a command of the Lawgiver, dalam arti perintah dari mereka yang memiliki kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. Demikian John Austin, seperti dikutip oleh Prof Lili Rasyidi. Perdebatan mengenai hububngan hukum dan politik memiliki akar sejarah panjang dalam ilmu hukum. Bagi kalangan penganut aliran positivisme hukum seperti John Austin, hukum adalah tidak lain dari produk politik atau kekuasaan. Pada sisi lain, pandangan berbeda datang dari kalangan aliran sejarah dalam ilmu hukum, yang melihat hukum tidak dari dogmatika hukum dan undang-undang semata, akan tetapi dari kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat dan berpandangan bahwa hukum itu tergantung pada penerimaan umum dalam masyarakat dan setiap kelompok menciptakan hukum yang hidup.
Memperhatikan perkembangan sistem hukum Indonesia, kita akan melihat adanya ciri-ciri yang spesifik dan menarik untuk dikaji. Sebelum pengaruh hukum dari penjajahan Belanda di Indonesia berlaku hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda dari berbagai masyarakat adat di Indonesia dari setiap kerajaan dan etnik yang berbeda. Setelah masuk penjajah Belanda membawa hukumnya sendiri yang sebagian besarnya merupakan konkordansi dengan hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum tertulis dan perundang-undangan yang bercorak positivis.
Walaupun demikian Belanda menganut politik hukum adat, yaitu membiarkan hukum adat itu berlaku bagi golongan masyarakat Indonesia asli dan hukum Eropa berlaku bagi kalangan golongan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia (Hindia Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia Belanda berlaku pluralisme hukum. Perkembangan hukum di Indonesia menunjukkan kuatnya pengaruh hukum kolonial dan meninggalkan hukum adat.
Karena itu, dalam melihat persoalan hukum di Indonesia harus dipandang dari kenyataan sejarah dan perkembangan hukum Indonesia itu. Pada saat sekarang ini terdapat perbedaan cara pandang terhadap hukum diantara kelompok masyarakat Indonesia. Berbagai ketidakpuasan atas penegakkan hukum dan penanganan berbagai persoalan hukum bersumber dari cara pandang yang tidak sama tentang apa yang dimaksud hukum dan apa yang menjadi sumber hukum. Tulisan ini akan mengkaji permasalahan ini dari sudut pandang teori positivis yang berkembang dalam ilmu hukum dengan harapan akan mendapatkan gambaran tentang akar persoalan pembangunan sistem hukum Indonesia pada masa mendatang.
Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Dari uraian pada bagian terdahulu, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dipahami sebagai hukum dan sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme dalam ilmu hukum yang memandang hukum itu terbatas pada apa yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, bahkan aliran ini akan terus mengokohkan dirinya dalam perkembagan sistem hukum Indonesia ke depan. Adapun nilai-nilai moral dan etika serta kepentingan rakyat dalam kenyataan-kenyataan sosial di masyarakat hanya sebagai pendorong untuk terbentuknya hukum yang baru melalui perubahan, koreksi serta pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa hukum adat dengan bentuknya yang pada umumnya tidak tertulis, yang sifatnya religio magis, komun, kontan dan konkrit (visual), sebagai hukum asli Indonesia semakin tergeser digantikan oleh paham positivis. Menurut Penulis, berbagai masalah kekecewaan pada penegakan hukum serta kekecewaan pada aturan hukum sebagian besarnya diakibatkan oleh situasi bergesernya pemahaman terhadap hukum tersebut serta proses pembentukan hukum dan putusan-putusan hukum yang tidak demokratis.
Hukum Adat dimaknai dalam konteks yang lebih dalam dan lebih tinggi sifatnya, yakni dalam bentuk asas-asas atau nilai-nilai yang hidup sebagai suatu cita hukum dari masyarakat asli Indonesia, yang sifatnya lebih abstrak sehingga bersifat unversil (cth:asas gotong royong, fungsi sosial manusia dan milik, persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum, asas perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem pemerintahan, dll)
Hukum Adat dimaknai sebagai rasa keadilan rakyat Indonesia, sebagaimana diungkapkan Djojodiguno: Hukum Adat adalah kaidah-kaidah yang dapat disimpulkan dari sumber hukum tertentu dan timbul langsung sebagai pernyataan dari rasa keadilan orang Indonesia dalam hubungan pamrih. Hukum adat dimaknai sebagai semangat, jiwa dan kebudayaan Indonesia.
Hukum Adat dalam konteks tersebut tidak lagi terbatas pada sekat-sekat lokalitas, melainkan justru mampu menembus sekat-sekat tersebut dan bersifat nasional. Oleh karena itulah dalam keputusan kongres Sumpah Pemuda dahulu, hukum adat tidak dipandang sebagai unsur pemisah, melainkan justru dupandang sebagai unsur pemersatu. Sehingga Hukum Adat jelas mampu dijadikan hukum paling dasar dan sebagai sumber norma yang pertama dalam tata Hukum Indonesia.
Jika yang dikatakan rechtsidee dari UUD kita adalah hukum adat (dalam makna yang baru dan luas), sedangkan sebagaimana dijelaskan di muka (Penjelasan Umum UUD45 Bag III) bahwa rechtsidee ini terwujud dari pokok-pokok pikiran yang berada dalam Pembukaan yang tidak lain juga adalah Pancasila, maka Hukum Adat dalam arti yang luas dan tingggi ini dapat dimaknai pula sebagai.
Hukum Pancasila, hal inilah yang merupakan alasan ke (2) sekaligus alasan penguat bahwa kedudukan Hukum Adat sebelum dan setelah amandemen UUD 45 secara logis tidak berubah. Dengan adanya istilah Hukum Adat sebagai sinonim dari Hukum Pancasila, maka kedudukan Hukum Adat bukanlah di dalam Hukum Indonesia / Hukum Nasional, melainkan Hukum Adat adalah Hukum Indonesia / Hukum Nasioanal.
Berkait uraian di atas, maka dalam pembentukan dan pembangunan hukum Indonesia yang sesungguhnya hal yang perlu dilakukan adalah dengan banyak mengadakan penelitian terhadap nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia asli oleh seluruh pengemban hukum di Indonesia, untuk nantinya disarikan menjadi nilai-nilai dan asas-asas yang bersifat abstrak, bernilai universal, serta berkarakter nasional.
Namun pemerapan hal di atas dengan tetap bertahan pada bentuk Civil Law System akan membawa kesulitan-kesulitan tersendiri yang cukup serius. Dalam hal ini berkait dengan prinsip legisme yang ada di dalamnya, sehingga akan potensial mengalami kesulitan jika dihadapkan pada budaya yang bersifat dinamis sebagai wadah dari nilai-nilai yang hidup sebagai cita hukum ini.
Sistem Hukum Adat adalah tawaran (dan keharusan) bagi pembangunan Sistem Hukum Indonesia yang sesungguhnya, sehingga jika konsisten dengan apa yang telah terjabarkan dalam uraian ini yaitu Hukum adat sebagai Hukum Nasional, maka perombakan total sistem hukum yang kita pakai selama ini adalah merupakan konsekuensi logis, dan untuk itu penulis menyarankan untuk melihat analogi yang terdekat, yakni kepada Common Law dengan Sistem Jury dalam sistem peradilannya, sebagaimana juga diharapkan oleh Ter Haar.
Dengan demikian, kontribusi hukum adat terhadap pembangunan system hukum di Indonesia antara lain, dengan adanya hukum perkawinan, hukum waris, hukum agraria (UUPA) dan hukum adat lainnya. Yang mana menjadi  acuan untuk membina hukum nasional. Sehingga, secara normative pembangunan system hukum di Indonesia itu berpedoman pada system hukum Negara-negara modern seperti Belanda (azas konkordansi) akan tetapi tanpa mengabaikan kepentingan nasional dan tanpa menyisihkan hukum adat yang merupakan penjelmaan dari kepribadian bangsa.
                                                                  
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Jika hukum adat dilihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks dari ide yang fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia dalam berkehidupan dimasyarakat,dengan demikian hukum adat merupakan aspek dalam kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia.[2]
Hukum adat merupakan hukum tradisional masyarakat yang merupakan perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat tersebut berlaku.[3]
Apabila kita melakukan studi tentang hukum adat maka kita harus berusaha memahami cara hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan refleksi dari cara berpikir dan struktur kejiwaan bangsa Indonesia.[4]
Maka jelas dikatakan bahwa memang hukum adat adalah sebagai aspek kehidupan dan budaya bangsa Indonesia karena struktur kejiwaan dan cara berpikir bangsa Indonesia tercermin lewat hukum adat itu sendiri.
Oleh karena itu, Hukum Positif yang berlaku di Indonesia dalam menghadapi suatu permasalahan hukum yang terjadi, perlu dilihat dari sisi hukum adatnya agar tidak terjadi perbedaan pemahaman seperti yang terjadi pada kasus yang telah di jelaskan di atas.


Komentar

Postingan Populer